Menurut sejumlah peneliti asal Kanada, walaupun skenario perubahan iklim terbaik terjadi, peningkatan level CO2 di atmosfir Bumi akan menimbulkan efek yang tak bisa segera dihentikan. Efek ini akan mempengaruhi iklim setidaknya untuk seribu tahun ke depan.
Diperkirakan, lapisan es di bagian barat Kutub Selatan akan hilang di tahun 3000 dan permukaan laut secara global akan naik setidaknya empat meter.
Dalam membuat prediksi jangka panjang, ilmuwan menggunakan model simulasi iklim. Adapun model yang digunakan berdasarkan skenario terbaik yakni ‘zero emission’ yang dikembangkan bersama oleh Canadian Centre for Climate Modelling and Analysis dan University of Calgary, Kanada.
“Kami membuat skenario ‘bagaimana jika’,” kata Shawn Marshall, profesor University of Calgary, seperti dikutip dari TG Daily, 18 Januari 2011. “Skenarionya, bagaimana jika mulai hari ini manusia berhenti menggunakan bahan bakar fosil yang menyetorkan CO2 ke atmosfir.”
“Berapa waktu yang dibutuhkan untuk membalikkan tren perubahan iklim dan apakah kondisi akan memburuk dulu, itulah yang kami ukur,” kata Marshall.
Dari uji coba, hasil simulasi komputer pada bagian utara Bumi ternyata lebih baik dibanding dengan di bagian selatan. Pola perubahan iklim akan berbalik dalam kurun waktu 1.000 tahun, khususnya di tempat-tempat seperti Kanada dan Amerika Serikat bagian utara.
Pada kurun waktu yang sama, sebagian kawasan utara Afrika akan mengalami penggurunan karena tanah mengering hingga 30 persen dan suhu laut di kawasan Kutub Selatan naik hingga 5 derajat celsius. Ini diperkirakan akan menyebabkan sirnanya lapisan es di Kutub Selatan bagian barat.
Peneliti berpendapat, satu alasan bervariasinya kondisi yang akan terjadi di kawasan utara dan selatan Bumi adalah karena terjadi pergerakan perlahan-lahan air di samudera dari Atlantik utara ke kawasan Atlantik selatan.
“Samudra global dan bagian selatan Bumi memiliki tingkat kelembaban yang lebih, sehingga perubahan iklim terjadi lebih lambat,” kata Marshall.
Kelembaban di samudera saat ini, kata Marshall, didorong ke Atlantik selatan. Artinya, akibat emisi CO2 dari abad terakhir, di kawasan tersebut samudera mulai menghangat. “Simulasi menunjukkan bahwa di kawasan selatan, pemanasan akan terus berlanjut, bukannya berhenti apalagi berbalik mendingin dalam 1.000 tahun ke depan,” ucap Marshall.
Hembusan angin di kawasan selatan Bumi juga membawa dampak. Menurut Marshall, angin akan menguat dan tetap besar tanpa menunjukkan tanda-tanda berbalik melemah. “Ia akan membawa lebih banyak udara panas dari atmosfir ke bawah dan membuat laut menjadi lebih hangat,” ucapnya.
Saat ini, tim peneliti berencana menginvestigasi secara lengkap dampak dari temperatur atmosfir dan samudera. Tujuannya, untuk membantu mengetahui berapa cepat bagian barat Kutub Selatan menjadi tidak stabil dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai lapisan es di sana berubah menjadi air.
Diperkirakan, lapisan es di bagian barat Kutub Selatan akan hilang di tahun 3000 dan permukaan laut secara global akan naik setidaknya empat meter.
Dalam membuat prediksi jangka panjang, ilmuwan menggunakan model simulasi iklim. Adapun model yang digunakan berdasarkan skenario terbaik yakni ‘zero emission’ yang dikembangkan bersama oleh Canadian Centre for Climate Modelling and Analysis dan University of Calgary, Kanada.
“Kami membuat skenario ‘bagaimana jika’,” kata Shawn Marshall, profesor University of Calgary, seperti dikutip dari TG Daily, 18 Januari 2011. “Skenarionya, bagaimana jika mulai hari ini manusia berhenti menggunakan bahan bakar fosil yang menyetorkan CO2 ke atmosfir.”
“Berapa waktu yang dibutuhkan untuk membalikkan tren perubahan iklim dan apakah kondisi akan memburuk dulu, itulah yang kami ukur,” kata Marshall.
Dari uji coba, hasil simulasi komputer pada bagian utara Bumi ternyata lebih baik dibanding dengan di bagian selatan. Pola perubahan iklim akan berbalik dalam kurun waktu 1.000 tahun, khususnya di tempat-tempat seperti Kanada dan Amerika Serikat bagian utara.
Pada kurun waktu yang sama, sebagian kawasan utara Afrika akan mengalami penggurunan karena tanah mengering hingga 30 persen dan suhu laut di kawasan Kutub Selatan naik hingga 5 derajat celsius. Ini diperkirakan akan menyebabkan sirnanya lapisan es di Kutub Selatan bagian barat.
Peneliti berpendapat, satu alasan bervariasinya kondisi yang akan terjadi di kawasan utara dan selatan Bumi adalah karena terjadi pergerakan perlahan-lahan air di samudera dari Atlantik utara ke kawasan Atlantik selatan.
“Samudra global dan bagian selatan Bumi memiliki tingkat kelembaban yang lebih, sehingga perubahan iklim terjadi lebih lambat,” kata Marshall.
Kelembaban di samudera saat ini, kata Marshall, didorong ke Atlantik selatan. Artinya, akibat emisi CO2 dari abad terakhir, di kawasan tersebut samudera mulai menghangat. “Simulasi menunjukkan bahwa di kawasan selatan, pemanasan akan terus berlanjut, bukannya berhenti apalagi berbalik mendingin dalam 1.000 tahun ke depan,” ucap Marshall.
Hembusan angin di kawasan selatan Bumi juga membawa dampak. Menurut Marshall, angin akan menguat dan tetap besar tanpa menunjukkan tanda-tanda berbalik melemah. “Ia akan membawa lebih banyak udara panas dari atmosfir ke bawah dan membuat laut menjadi lebih hangat,” ucapnya.
Saat ini, tim peneliti berencana menginvestigasi secara lengkap dampak dari temperatur atmosfir dan samudera. Tujuannya, untuk membantu mengetahui berapa cepat bagian barat Kutub Selatan menjadi tidak stabil dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai lapisan es di sana berubah menjadi air.
0 komentar:
Posting Komentar